EMSATUNEWS.CO.ID, KENDAL – Penggunaan pupuk organik, baik itu kompos maupun pupuk organik cair, belum menjadi pilihan utama bagi para petani di Kabupaten Kendal. Memang sudah ada petani yang menggunakan pupuk organik dalam usaha pertaniannya namun prosentasenya masih sangat kecil.
Pilihan utamanya masih tetap pada pupuk kimia buatan seperti Urea, Amonium Sulfat (ZA), Phospat maupun Kalium dalam bentuk pupuk NPK dari berbagai merk.
Ketergantungan para petani terhadap penggunaan pupuk kimia tersebut bukannya tanpa sebab dan alasan.
Para petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia buatan, karena sesuai dengan fakta di lapangan, pupuk kimia buatan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman jika dibandingkan dengan dengan tanaman yang menggunakan pupuk organik.
Selain itu, rata-rata para petani di Kabupaten Kendal adalah petani penggarap yang nota bene lahannya merupakan lahan sewa, maka para petani tersebut tidak berfikir untuk menggunakan pupuk organik karena tentunya para petani juga tidak ingin usahanya merugi.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Kendal, Pandu Rapriat Rogojati, Selasa (23/9/2025), mengatakan bahwa kemampuan pupuk kimia dalam mempercepat pertumbuhan tanaman dikarenakan komposisi atau kandungan unsur haranya terukur.
“Kalau pupuk kimia ditaburkan hari ini, maka satu minggu setelah tabur hasilnya sudah terlihat. Sedangkan penggunaan pupuk organik baru akan terlihat hasilnya setelah satu bulan kemudian”, jelas Pandu.
Apalagi, lanjut Pandu, kondisi ini juga dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dan tenaga tanam, sehingga para petani cenderung untuk memilih cara instan agar hasil panennya tetap optimal.
“Sebenarnya, penggunaan pupuk organik itu lebih aman dan ramah lingkungan. Akan tetapi peralihan penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik tidak semudah kita bicara. Tidak bisa dilakukan secara frontal. Butuh waktu cukup lama untuk merubah pola pikir dari para petani kita”, tegas Pandu.
Menurut Pandu, jika peralihan penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik dilakukan secara serta-merta maka dapat dipastikan hasil panennya akun turun secara drastis.
“Misalnya untuk padi sawah, yang semula produksinya mencapai rata-rata 7 ton per hektar, bisa turun tajam menjadi 2 – 3 ton dan paling tinggi hanya 4 ton/hektar”, ungkap Pandu.
Untuk penggunaan pupuk secara berimbang, lanjut Pandu, pemerintah telah berupaya menyalurkan pupuk bersubsidi, baik pupuk kimia maupun pupuk organik dalam bentuk paket, tetapi serapan pupuk organiknya juga masih rendah.
“Yang lebih penting adalah bagaimana merubah pola pikir dari para petani agar mau menggunakan pupuk organik”, pungkas Pandu.
Dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara terus menerus
Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat menyebabkan degradasi tanah seperti penurunan kesuburan, terganggunya struktur tanah, pencemaran air dan udara melalui limpasan hara dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, juga dapat mengancam kesehatan manusia melalui kontaminasi air minum.
Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dapat menyebabkan penumpukan garam dan nutrisi berlebih, yang merusak struktur pori-pori tanah dan mengurangi kapasitasnya untuk menahan air.
Pupuk kimia juga menguras mineral penting dari tanah secara alami dan membunuh mikroorganisme tanah yang bermanfaat, sehingga mengurangi kesuburan jangka panjang dan membuat tanah semakin tidak produktif. (*17).