Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), A. Khoirul Umam, Ph.D. |
EMSATUNEWS.CO.ID, JAKARTA – Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), A. Khoirul Umam, Ph.D menyatakan pentingnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan sikap tegas terkait munculnya wacana penundaan Pemilu.
“Saya sangat berharap Islamic-based civil society (masyarakat sipil berbasis Islam), khususnya PBNU dan Muhammadiyah sikapnya, statement-nya harus clear, ” kata Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), A. Khoirul Umam, Ph.D
Umam menyampaikan hal tersebut dalam webinar bertajuk “Wacana Penundaan Pemilu: Membaca Motif Ekonomi-Politik dan Dampaknya pada Demokrasi di Indonesia yang diselenggarakan oleh PPPI Universitas Paramadina, Rabu, 2 Maret 2022.
Gambar tangkap layar zoom |
Umam juga mempertanyakan ketegasan sikap Presiden Joko Widodo. “Seharusnya presiden bersikap jelas dan tegas, tidak diam atau mendiamkan,” tandasnya.
Menurutnya, sikap diam Jokowi hanya menandakan bahwa kepala negara berada dalam barisan yang mendukung penundaan Pemilu 2024 untuk memperpanjang kekuasaan.
Mendiamkan wacana itu, lanjutnya, berarti ada tanda, kalkulasi, dan strategi di baliknya. Kalau hal itu terjadi, masyarakat mempertanyakan kembali komitmen reformasi yang dititipkan kepada Jokowi saat ini.
“Kalau itu semua dilakukan, wajar kita masyarakat sipil di kalangan menengah terdidik mempertanyakan, ‘ada apa dengan reformasi yang dititipkan terhadap pemimpin kita?’,” ujarnya.
Umam juga menyatakan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 oleh elite parpol merupakan tindakan testing the water. Jika wacana penundaan Pemilu 2024 tidak mendapat penolakan masyarakat sipil, wacana itu akan sangat mungkin terjadi.
“Dari sekian banyak narasi yang diusung ini kembali mencoba melakukan testing the water untuk mengembalikan arsitektur politik Orde Baru, polanya cukup mirip,” ucapnya.
Ekonom senior Faisal Basri |
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior Faisal Basri mengutip pernyataan Lord Acton “Power tends to corrupt. Absolute power corrupt absolutely.”
“Tidak ada alasan untuk melanjutkan kembali kekuasaan Jokowi saat ini. Sebab dari sisi ekonomi, Jokowi gagal mempertahankan Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi,” kata Faisal.
Bahkan, kata Faisal, pada 2020 Indonesia telah kembali menjadi negara dengan pendapatan rendah (low income country). “Salah satu indikatornya, adalah GNI (Gross Nasional Income) per kapita turun. Pada 2021, GNI per kapita belum bisa kembali (reborn). Kemungkinan reborn terjadi dalam tiga sampai empat tahun lagi,” ujarnya.
Sementara itu menurut Prof. Azyumardi Azra, upaya memperpanjang kekuasaan ini masih akan terus berlanjut.
“Kita harus menggalang kekuatan, karena masih relatif banyak guru besar dan dosen yang selama ini diam kemudian ikut bersuara, ini sangat mungkin dikonsolidasikan.Yang belum kita lihat komentar dan gerakan dari aktivis mahasiswa dari BEM dalam kehebohan ini,” kata Azyumardi.
Azyumardi juga menyarankan agar masyarakat sipil memperkuat barisan terkait isu penundaan pemilu.
“Masyarakat sipil harus merapat, kita harus mendukung PDIP dan Nasdem, PPP, PKS, supaya jangan sendiri, kita kasih semangat terus. Kita dorong supaya mereka konsisten jangan sampai berubah lagi, plin plan,” tandasnya.(*)