EMSATUNEWS.CO.ID, SEMARANG – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah, sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2022/2023 dengan membuka Posko Pengaduan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, SH., MH., kepada para awak media melalui komunikasi via ‘WhatsApp Group’ Persaudaraan Jurnalis Jateng (PJJ), pada Kamis, (19/5/2022).
Sebagai informasi, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah dalam kurun waktu Januari hingga September 2019 silam telah menerima 17 laporan terkait penyelenggaraan pelayanan publik di bidang pendidikan.
Hingga saat ini pun masih banyak pengaduan yang masuk ke Ombudsman Jawa Tengah terkait pelayanan publik.
Seperti diketahui pada tahun-tahun sebelumnya, Mal Administrasi yang paling banyak dilaporkan adalah penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut, seperti penggalangan sumbangan yang mengarah pada pungutan tidak resmi, permintaan uang kepada Ortu/Wali Murid untuk studi lingkungan, pembelian baju seragam, pembuatan kartu pelajar, uang gedung dan sebagainya.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Tengah Siti Farida, SH., MH., menyampaikan bahwa “Permintaan sumbangan seringkali berujung pada penahanan rapor siswa. Disisi lainnya ada pula siswa yang tidak dapat mengikuti Ujian Nasional karena Orang Tua/Wali Murid belum melunasi sumbangan tersebut,” ujar Siti Farida..
Siti Farida menilai bahwa wajib belajar 12 tahun adalah tanggung jawab negara, sehingga otomatis pembiayaannya dibebankan kepada negara, prinsip dasar ini harus dikawal melalui regulasi yang matang dan rinci serta mengakomodir tingkat teknis pelaksanaan. Sehingga tidak lagi muncul pro dan kontra di masyarakat mengenai sumbangan dan pungutan.
Apalagi saat ini sekolah sudah menerima Dana BOS dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sehingga tidak ada lagi celah untuk melakukan “sumbangan atau pungutan” kepada orangtua murid dengan dalih berbagai macam pembiayaan yang seringkali memberatkan orangtua.
Oleh karenanya, Ombudsman menekankan pentingnya mengoptimalkan pengawasan dan pengelolaan dana BOS dalam penyelenggaraan pendidikan.
Siti Farida menjelaskan bahwa pemahaman satuan pendidikan mengenai penerapan kurikulum juga perlu diubah, khususnya dalam pelaksanaan studi lingkungan. Misalnya, selama ini kegiatan studi lingkungan lebih banyak dilakukan di luar sekolah seperti perjalanan wisata ke luar kota maupun luar provinsi. Padahal studi lingkungan dapat dilakukan di lingkungan dengan melakukan wisata edukasi ke museum, Perpustakaan Daerah, atau tempat-tempat wisata di dalam Kota yang tidak memerlukan banyak anggaran.
Pada prinsipnya, satuan pendidikan harus mampu mengoptimalkan dana BOS untuk berbagai kegiatan operasional sekolah baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler serta untuk pengembangan SDM di sekolah serta mampu membuat laporan pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel.
Pemerintah perlu memperketat pengawasan alokasi dan penggunaan dana BOS agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan harapan yang tertuang dalam petunjuk teknis BOS. Pengawasan dilakukan melalui Pengawasan melekat oleh pimpinan masing-masing instansi kepada bawahannya baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun sekolah. Pengawasan fungsional oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Inspektorat Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta pengawasan oleh masyarakat sehingga dalam hal ini perlu keterbukaan informasi publik.
“Laporan Pertanggungjawaban dana BOS sebaiknya dapat diakses oleh publik, kecuali yang dirahasiakan,” terang Siti Farida.
“Jika masyarakat menemukan indikasi penyimpangan dapat segera melaporkan kepada Pengawas Fungsional atau lembaga berwenang lainnya, apabila tidak memperoleh tanggapan dapat melapor kepada Ombudsman,” ucap Siti Farida menutup pemaparannya. (*)
Sumber : Bebas.co.id