EMSATUNEWS.CO.ID, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu bagian dari ASEAN, yang memiliki kelemahan yakni setiap keputusan harus diambil berdasarkan konsensus. Demikian disampaikan Dr. Theo L. Sambuaga dalam diskusi yang diselenggarakan Universitas Paramadina dengan tema “Catatan Awal Tahun: Menimbang Visi dan Misi Capres dan Evaluasi Tentang Politik Luar Negeri”. Diskusi berlangsung Kamis (11/1/2024) secara daring dimoderatori oleh Muhammad Fajar Anandi S.I.P., MGPP.
Theo juga memberi contoh kasus Rohingya, dimana Indonesia dan beberapa negara ASEAN mempunyai prinsip untuk selalu menerima pengungsi Rohingya.
“Dalam kasus Rohingya, ASEAN tidak pernah bisa mengambil keputusan secara konsensus sehingga selama ini kasus mengenai Rohingya menjadi terabaikan,” ujarnya.
Contoh lain yang dipaparkan oleh Theo, mengenai Laut Cina Selatan (LCS) karena adanya claim antara negara seperti Vietnam, Filiphina, Malaysia dan China dan Indonesia. “Terakhir China malah mengklaim sebagian ZEE Indonesia sebagai wilayahnya yang ditentang Indonesia dan juga PBB. Karena masalah saling klaim antar negara, keputusan soal LCS tidak bisa diambil kesepakatan bersama,” lanjut Theo.
Dr. Peni Hanggarini, dosen Program studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina melihat bahwa diplomasi kebijakan luar negeri Indonesia selama 10 tahun terakhir yang harus diberi apresiasi adalah pencapaian prioritas, penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan WNI, diplomasi kedaulatan, diplomasi Indonesia bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia, serta peningkatan infrastruktur diplomasi.
Peni berharap pada 10 bulan ke depan hendaknya lebih menekankan pada grand strategi diplomasi ekonomi dan grand strategi untuk meningkatkan peran strategis, serta peran strategis diaspora Indonesia. “Tinjauan terhadap Visi Misi para Capres perihal kebijakan luar negeri dan kritik para capres sebenarnya telah disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi bahwa Diplomasi Indonesia tidaklah transaksional atau inward looking dan Indonesia telah berperan penting di tingkat multilateral,” kata Peni.
“Adapun pandangan terhadap kebijakan luar negeri indonesia di masa mendatang bahwa ada tantangan dari lingkungan eksternal seperti, dampak rivalitas di Indo-Pasifik, dampak potensi perang berlarut, tantangan terhadap sentralitas ASEAN dan Peluang kerjasama organisasi antar kawasan,” tambahnya.
Narasumber berikutnya, Asriana Issa Sofia M.A melihat isu-isu globalisasi, soft power, nation branding, dan diplomasi publik merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini. “Soft power sebagai sebuah instrument sebuah negara bisa memanage proses internasionalnya dengan berhubungan di level dunia, dengan menggunakan soft power. Dengan menggunakan instrument berbeda, yaitu approach diplomasi, international exchange, culture, culinary, dan sports,” kata Asriana.