EMSATUNEWS.CO.ID, JAKARTA – Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 menunjukkan angka normalnya seperti sebelum terjadinya pandemi Covid-19, berada di atas 5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy) patut diapresiasi. Demikian disampaikan Dr. Handi Risza, wakil rektor Universitas Paramadina di Jakarta, Jum’at (5/8/2022).
“Sebagaimana yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perekonomian Indonesia di periode April – Juni 2022 tumbuh 5,44% yoy. Satu sisi, kita mengapresiasi pencapaian ini, tetapi disisi lain kondisi perekonomian nasional masih rentan terhadap faktor eksternal, khususnya pengaruh lonjakan harga komoditas global,” kata Handi Riza.
Jika diperhatikan dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74 persen.
“Artinya sampai dengan Triwulan II-2022, perekonomian nasional masih ditopang oleh kondisi windfall akibat tingginya harga komoditas terutama pangan dan energi di pasar Internasional. Sedangkan dari dalam sendiri, pengaruh hari Raya Idul Fitri membuat sektor transportasi dan pergudangan tumbuh signifikan,” kata menambahkan.
Mulai membaiknya pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga sebesar 5,51 persen, banyak ditopang oleh program Bantuan Sosial (Bansos) Pemerintah, untuk menjaga daya beli, khususnya kelompok masyarakat bawah.
Selain itu menurut Handi, meningkatnya aktivitas belanja kelompok masyarakat menengah-atas khususnya pada momen Ramadan dan hari raya Idulfitri pada bulan Mei yang lalu.
“Jadi kondisi ini, belum sepenuhnya menggambarkan daya beli dan konsumsi masyarakat secara riil.” ujarnya.
Handi juga mengingatkan perlunya mencermati bersama, saat ini perekonomian nasional masih menghadapi risiko dan tantangan yang besar.
“Risiko terjadinya stagflasi masih menghantui sejumlah negara. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 diprakirakan bisa lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Pada saat yang sama, angka inflasi terus menunjukkan trend meningkat disejumlah negara termasuk Indonesia,” imbuhnya.
Kondisi ini semakin diperparah dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global yang mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang sudah mengalami depresiasi rupiah terhadap US Dollar.
“Kita perlu menyadari dan terus berbenah, pencapaian Triwulan-II 2022 belum sepenuhnya menggambarkan kinerja ekonomi nasional secara riil. Motor pertumbuhan saat ini, ekspor dan konsusmi masyarakat masih mungkin melemah pada waktu yang akan datang, seiring dengan ancaman stagflasi,” paparnya.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengantisipasi perlambatan ekonomi global yang dapat berpengaruh pada kinerja ekspor, sementara disisi lain kenaikan inflasi dapat menahan konsumsi masyarakat.
“Selain itu, pemerintah perlu membuat skala prioritas untuk pembiayaan proyek-proyek besar yang menghabiskan biaya besar. Kemudian mempersiapkan diri terhadap dampak ketidakpastian ekonomi global dan krisis ekonomi yang sudah di depan mata,” katanya.(*/red)