Emsatunews.co.id, Pemalang – Lembar Kerja Siswa (LKS) telah lama menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai bahan ajar tambahan, LKS mempermudah siswa memahami materi pelajaran. Namun, praktik penjualan LKS di lingkungan sekolah kerap menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, kebutuhan siswa menjadi alasan utama, sementara di sisi lain, terdapat sejumlah regulasi yang melarang praktik ini demi mencegah komersialisasi pendidikan. Berbagai pandangan bermunculan, baik dari pelaku usaha maupun masyarakat, terkait dilema antara kebutuhan pendidikan dan batasan hukum.
Pengadaan LKS secara legal sebenarnya diatur dalam beberapa regulasi, meski dengan batasan tertentu:
1. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016
Dalam aturan ini, komite sekolah diberi wewenang untuk menggalang dana dari masyarakat guna mendukung kebutuhan pendidikan, termasuk pengadaan bahan ajar seperti LKS. Namun, proses ini harus dilakukan secara transparan dan melibatkan persetujuan orang tua siswa.
2. Kurikulum Merdeka
Kurikulum ini memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk memilih sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. LKS dapat digunakan sebagai bahan ajar tambahan, dengan catatan tidak diperjualbelikan langsung oleh pihak sekolah.
3. Peraturan Pemerintah Daerah
Beberapa pemerintah daerah mengalokasikan anggaran pendidikan untuk pengadaan LKS secara gratis, sehingga siswa dapat mengaksesnya tanpa dikenakan biaya tambahan.
Di sisi lain, sejumlah peraturan melarang praktik penjualan LKS, terutama yang dilakukan di lingkungan sekolah. Berikut beberapa aturan yang relevan:
1. Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 11
Peraturan ini melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku, termasuk LKS. Aturan ini bertujuan menghindari konflik kepentingan dan menjaga fokus utama sekolah pada proses pembelajaran.
2. UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan Pasal 63 Ayat (1)
Dalam undang-undang ini, penerbit dilarang menjual buku teks pendamping, seperti LKS, langsung kepada satuan pendidikan. Hal ini untuk memastikan transparansi dalam pengadaan bahan ajar.
3. PP Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 181a
Guru dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku, LKS, seragam, atau perlengkapan lain di lingkungan sekolah. Larangan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik komersialisasi di dunia pendidikan.
4. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020 Pasal 12a
Aturan ini melarang segala bentuk aktivitas komersial di sekolah yang dapat membebani siswa atau wali murid, termasuk penjualan LKS secara langsung.
Pelaku usaha di Pemalang memberikan tanggapan atas isu ini, Widhi salah seorang penjual LKS, menyatakan, “Kami ini menjual LKS tanpa paksaan, dituku syukur, ora dituku ya wis ( jika dibeli syukur, jika tidak ya sudah). Kami hanya menyediakan LKS sebagai alat bantu pendidikan, sama seperti pedagang mainan atau makanan di lingkungan sekolah, bedanya, kami menjual LKS dan sebagai catatan penting kami menjual juga tidak ada paksaan, jika wali murid merasa mampu untuk membeli ya silahkan kalau tidak ya gak apa-apa .”
Sementara itu, Nur, pelaku usaha lainnya, menegaskan bahwa niat utama kami adalah membantu siswa. “Kami menjual LKS juga untuk mendukung pendidikan di Kabupaten Pemalang, memang pada awalnya kami minta izin ke pihak sekolah, kemudian menyerahkan keputusan kepada wali murid. Kalau mau membeli, ya syukur. Kalau tidak, kami tidak memaksa. Yang penting, manfaatnya dirasakan siswa,” kata Nur.
Untuk menyelesaikan polemik ini, diperlukan langkah konkret yang melibatkan pemerintah, sekolah, dan masyarakat:
1. Pengadaan LKS Gratis, Pemerintah pusat dan daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk pengadaan LKS gratis, sehingga siswa tidak terbebani biaya tambahan.
2. Pengembangan Bahan Ajar Digital, Alternatif lain adalah penggunaan bahan ajar digital yang dapat diakses oleh siswa secara gratis melalui platform daring.
3. Peningkatan Pengawasan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu meningkatkan pengawasan terhadap praktik penjualan LKS yang melanggar aturan, serta memberikan sanksi tegas bagi pelanggar.
4. Edukasi Orang Tua dan Sekolah, Orang tua dan sekolah perlu diberikan pemahaman terkait aturan dan dampak penjualan LKS, sehingga tidak terjadi praktik yang melanggar hukum.
Lembar Kerja Siswa tetap menjadi alat bantu penting dalam pendidikan, tetapi pengadaan dan distribusinya harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan polemik ini dapat terselesaikan tanpa merugikan siswa maupun pihak lain yang terlibat.( Joko Longkeyang ).