Emsatunews.co.id, Pemalang – Polemik pengisian jabatan dalam rangka penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Kabupaten Pemalang kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah kalangan mulai mengkhawatirkan adanya potensi gratifikasi terselubung dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses mutasi serta promosi pejabat.
Salah satu praktisi hukum senior Jawa Tengah, Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, angkat bicara soal maraknya isu “jual beli jabatan”. Menurutnya, praktik tersebut jelas-jelas melanggar hukum dan merusak sistem merit dalam birokrasi.
“Jika jabatan dijual, maka sistem merit runtuh. Itu bukan birokrasi profesional, melainkan sindikasi kekuasaan yang diperdagangkan. Bila ada uang atau hadiah sebagai imbalan jabatan, itu masuk kategori gratifikasi,” tegas Imam kepada media, Rabu (19/6/2025).
Gratifikasi: Ancaman Nyata bagi ASN
Imam menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, gratifkasi adalah setiap pemberian kepada pejabat publik yang berkaitan dengan jabatannya. Bila tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, maka gratifikasi itu dianggap sebagai suap.
“Tidak hanya uang, gratifikasi bisa berupa fasilitas, promosi, atau mutasi balas jasa. Ini sering kali terjadi di bawah meja dan sulit dilacak, tapi bukan berarti tidak bisa dibongkar,” jelasnya.
Sumber internal di lingkup Pemkab Pemalang menyebutkan, sejumlah jabatan strategis diduga “dilelang diam-diam” melalui perantara oknum tertentu. Nilainya berkisar antara Rp25 juta hingga Rp100 juta, tergantung posisi yang diincar.
Sejumlah ASN mengaku merasa tertekan karena harus menyetor sejumlah uang agar bisa naik jabatan, meski sudah memiliki rekam jejak kinerja yang baik.
“Ini sistem yang korup. Kalau dibiarkan, jabatan bukan lagi soal kemampuan, tapi siapa yang punya uang,” ujar Imam geram.
Imam Subiyanto menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya segera turun tangan. Ia juga mendorong ASN yang merasa diperas atau menjadi korban sistem ini untuk berani melapor ke KPK atau Ombudsman.
“Jangan takut bicara. Melindungi integritas birokrasi adalah tanggung jawab bersama. ASN berhak naik jabatan karena prestasi, bukan karena uang setor,” tegasnya.
Untuk mencegah praktik serupa terus berulang, Imam mengusulkan langkah konkret sebagai berikut:
1. Audit independen terhadap proses mutasi dan promosi pasca penetapan SOTK.
2. Pelaporan terbuka gratifikasi oleh pejabat yang pernah diberi sesuatu terkait jabatan.
3. Pengawasan aktif dari DPRD dan Inspektorat Daerah.
4. Transparansi hasil seleksi dan pengangkatan jabatan melalui pengumuman publik.
Imam Sby menegaskan, jika praktik gratifikasi ini terus dibiarkan mengakar, maka birokrasi di Pemalang hanya akan menjadi panggung dagang kekuasaan yang merugikan masyarakat luas.
“Sudah waktunya semua pihak bertindak. Sebelum sistem benar-benar ambruk oleh keserakahan yang dibiarkan,” pungkasnya.
Jika Anda adalah ASN yang mengalami tekanan atau mengetahui informasi soal dugaan gratifikasi jabatan, laporkan ke KPK melalui kanal resmi pelaporan Whistleblower System (WBS). Keberanian Anda adalah awal perubahan.( Joko Longkeyang ).