EMSATUNEWS.CO.ID, NIEDERUZWIL, SWISS – Indahnya Keberagaman Indonesiaku menjadi tema dalam peringatan Hari Ulang Tahun Indonesia Swiss Club (ISC) Ke 15 tahun 2025 yang dihelat di Kota Niederuzwil, Swiss, Sabtu (6/9/2025) pukul 12.00 – 17.00 waktu Swiss.
Sigit Susanto (61 tahun), laki-laki kelahiran Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, adalah salah seorang pendiri dari ISC yang menikah dengan perempuan Swiss dan bermukim di Kota Zug, menuturkan bahwa acara tahunan tersebut dihadiri oleh sekitar 150 orang, baik orang Indonesia maupun orang Swiss yang tertarik dengan budaya Indonesia.
“Kita mementaskan seni budaya Indonesia seperti pentas wayang kulit, seni tari Bali, tari Betawi dan angklung. Selain itu, juga mementaskan musik dangdut, lagu daerah, dan lagu pop yang diiringi oleh grup musik Sambel Uleg Band”, terang Sigit.
Lebih lanjut, Sigit Susanto memaparkan terkait dengan berdirinya komunitas Indonesia Swiss Club (ISC).
“Indonesia Swiss Club (ISC) didirikan pada tahun 2008 di Kafe Bibliothek, Zürich. Selain saya, pendiri dari ISC itu ada Ronny Oetama, Usep Hamzah, dan 2 siswa SMA Indonesia yang ikut pertukaran pelajar ke Swiss. Namun kedua siswa SMA tersebut kini sudah kembali ke Indonesia”, ungkap Sigit.
Sigit menambahkan, Ronny Oetama adalah seorang dosen bahasa Jerman di IKIP Surabaya dan menikah dengan mahasiswi asal China yang kemudian bekerja di Swiss. Kini mereka juga tinggal di Swiss. Sedangkan Usep Hamzah, berasal dari Cianjur, Jawa Barat, dan beristrikan wanita Swiss. Saat ini juga menetap di Swiss. Di Cianjur Usep Hamzah juga telah mendirikan sebuah perpustakaan.
Lebih lanjut, Sigit mengemukakan bahwa ISC adalah wadah sosial budaya bagi para perantau Indonesia yang berada di Swiss atau orang Swiss yang tertarik secara emosional dengan kebudayaan Indonesia dan di dalam organisasi ISC tidak ada keanggotaan tetap.
“Minimal setahun sekali ISC menggelar acara pentas budaya dan kuliner. Selain sebagai obat rindu, juga untuk memperkenalkan keragaman budaya Indonesia kepada masyarakat Swiss”, jelas Sigit.
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, imbuh Sigit, biayanya ditanggung bersama-sama, sebagaimana slogan dari ISC yakni Gotong-Royong Ala Orang Desa, Siapa Bisa Membantu atau Menyumbang Apa.
“Semua bantuan dilakukan secara suka rela dari orang per orang. ISC tidak mendapatkan bantuan keuangan dari lembaga manapun, termasuk dari KBRI. Sumbangan yang didapat, digunakan untuk biaya menyewa ruangan, membeli peralatan pemanas makanan dan alat musik. Kebersamaan adalah ruh dari ISC”, tandas Sigit. (*17).
Kontributor Swiss: Sigit Susanto.