Emsatunews.co.id, Pemalang – Larangan penggunaan incinerator untuk pengolahan sampah oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini menuai perhatian banyak daerah, termasuk Kabupaten Pemalang. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemalang, Wiji Mulyati, S.KM, menegaskan bahwa incinerator memang dilarang jika tidak memenuhi standar teknis, namun masih bisa digunakan sepanjang sesuai baku mutu emisi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,”Pada Pasal 29 UU 18/2008 jelas disebutkan larangan membakar sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis. Artinya, incinerator tetap diperbolehkan asalkan memenuhi kriteria teknis tertentu, terutama terkait emisi,” jelas Wiji dalam wawancara via whatsappnya dengan awak media emsatunews.co.id , Rabu (01/10/2025).
Menjawab pertanyaan seputar pengalaman Pemalang dalam penggunaan incinerator, Wiji menyebut bahwa sebelumnya incinerator sudah pernah diujicobakan di Kelurahan Kebondalem dan Sugihwaras. Uji coba ini bahkan dipantau langsung oleh Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa dan didampingi perguruan tinggi.
Namun dengan adanya kebijakan larangan dari KLHK, DLH Pemalang kini lebih fokus pada pengembangan metode alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Wiji menegaskan bahwa solusi jangka panjang pengelolaan sampah di Pemalang adalah melalui sistem zonasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),“Dalam Masterplan Pengelolaan Sampah, sudah dirancang 10 zona TPST. Tapi implementasinya membutuhkan dukungan anggaran yang cukup besar serta kolaborasi dari semua stakeholder,” ungkapnya.
Ia menambahkan, DLH tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan keterlibatan masyarakat, pemerintah desa, sekolah, hingga LSM untuk memperkuat program pengelolaan sampah daerah.
Terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pesalakan, Wiji mengakui saat ini kondisinya belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya karena masih ada penolakan dari warga sekitar. Meski demikian, DLH tetap melakukan kajian untuk mencari titik-titik yang memungkinkan digunakan kembali dengan metode ramah lingkungan.
Sementara itu, program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) terus digalakkan. Banyak masyarakat telah mempraktikkan TPS 3R, seperti mengurangi plastik sekali pakai, menggunakan kembali barang yang masih layak, hingga mendaur ulang sampah anorganik. Pihak swasta, terutama pengusaha rongsok dan lapak, juga berkontribusi besar dalam pengurangan sampah.
Sejumlah inovasi lokal mulai berkembang, di antaranya bank sampah seperti Bank Sampah GSS dan Santo Lukas, serta pemanfaatan abu sisa pembakaran di TPS Sugihwaras menjadi paving blok. Beberapa TPST baru juga tengah dikembangkan, seperti TPST Surajaya dan TPST Kemirisewu di Randudongkal.
Wiji menekankan bahwa meski larangan incinerator diberlakukan, teknologi ini masih mungkin digunakan untuk menangani residu sampah, asalkan dengan pengawasan ketat dari DLHK Provinsi Jawa Tengah, KLHK, dan akademisi,“Yang paling penting, kami berharap pemerintah pusat bisa memberikan pendampingan dan menghadirkan solusi teknologi ramah lingkungan yang sesuai dengan kondisi Pemalang. Dengan begitu, pengelolaan sampah bisa berjalan efektif sekaligus berkelanjutan,” pungkasnya.( Joko Longkeyang ).