Berita UtamaHukum

DPRD Pemalang Abai Audiensi Honorer, Praktisi Hukum Sebut Pengkhianatan Amanah Rakyat

29
×

DPRD Pemalang Abai Audiensi Honorer, Praktisi Hukum Sebut Pengkhianatan Amanah Rakyat

Sebarkan artikel ini

Emsatunews.co.id, Pemalang – Sikap Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, menuai kecaman keras setelah sebagian besar anggotanya tidak hadir dalam audiensi yang dijadwalkan bersama Aliansi Honorer Non-BKN Gagal CPNS. Praktisi hukum, Dr. (c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, mengecam tindakan ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusional dan moral yang diemban oleh wakil rakyat.

Audiensi yang berlangsung pada Selasa, 17 September 2025, sedianya menjadi forum krusial untuk membahas nasib ratusan tenaga honorer yang terdampak kebijakan terbaru terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, kekecewaan melanda para honorer ketika hanya satu anggota Komisi A, Heru Kundimiarso, yang hadir.

Advertisement

Dalam wawancaranya, Imam Subiyanto menyebut ketidakhadiran anggota dewan lainnya sebagai wujud nyata pengingkaran terhadap fungsi legislatif. “DPRD itu representasi rakyat,” tegas Imam. “Masa ketika ada rakyat yang melakukan audiensi hanya ditemui oleh satu wakil rakyat saja? Ingat, DPRD bukan sekadar penikmat fasilitas negara.”

Baca Juga :  Giat Jumat Curhat Kapolsek Bumiayu Sambangi Tomas Desa Kaliwadas Untuk Silahturami dan Berikan Pesan Kamtibmas

Ia juga menegaskan, tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap kewajiban anggota dewan untuk menyerap aspirasi masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur secara jelas dalam Pasal 149 ayat (1) huruf d UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengamanatkan dewan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan menerima keluhan masyarakat. “Ini jelas pelanggaran hukum, etika, dan politik,” tambahnya.

Lebih lanjut, Imam Subiyanto menyoroti aspek maladministrasi dan hak konstitusional yang terabaikan. Menurutnya, absennya wakil rakyat dari forum aspirasi publik dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi, yang bertentangan dengan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ia juga mengingatkan bahwa hak konstitusional setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi, yang dijamin oleh Pasal 28C dan 28F UUD 1945, telah diabaikan. “Mangkir dalam audiensi sama saja merampas hak rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperoleh informasi,” ujarnya.

Dari sisi moral, kritikus hukum ini menyoroti ironi bahwa anggota dewan menerima gaji dan tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari pajak rakyat. “Mereka dibayar dari uang rakyat, tapi absen saat rakyat menjerit. Ini pelecehan terhadap mandat rakyat,” tegasnya, menyoroti pengabaian moral yang dalam.

Baca Juga :  Layanan Pengobatan dan Pangkas Rambut Gratis dari Prajurit Yonif Raider 200/BN Untuk Masyarakat Papua

Melihat situasi ini, Imam Subiyanto mendesak agar Pimpinan DPRD Pemalang segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Komisi A. Selain itu, Badan Kehormatan DPRD diminta untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik ini.

Untuk para honorer, Imam SBY merekomendasikan agar Aliansi Honorer Non-BKN Gagal CPNS melaporkan dugaan maladministrasi ini kepada Ombudsman Republik Indonesia. Ia juga menyerukan kepada media dan masyarakat sipil untuk terus mengawal persoalan ini agar tidak menguap begitu saja,”DPRD adalah rumah rakyat, bukan benteng kekuasaan yang tertutup, jika mereka abai, rakyat berhak menuntut pertanggungjawaban hukum, politik, dan moral.” Pungkas Imam Subiyanto yang juga seorang dosen.

Pernyataan ini menjadi pengingat tegas bahwa mandat rakyat bukanlah sekadar formalitas, melainkan tanggung jawab yang harus dijaga dengan integritas dan akuntabilitas.( Joko Longkeyang).