10 Juta Liter Air PT Tirta Asasta Mengancam Keselamatan Warga
EMSATUNEWS.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah warga Depok menyampaikan gugatan TUN (Tata Usaha Negara) kepada PDAM PT. Tirta Asasta dan Pemerintah Kota Depok atas pemberian izin pembangunan watertank berkapasitas 10 juta liter.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi di twitter space berjudul “10 juta liter air PT Tirta Asasta Mengancam Keselamatan warga” dengan host Prof. Didik J. Rachbini yang berlangsung Minggu (18/06/2023) malam.
Menurut juru bicara dan perwakilan warga Depok Yani Suratman, bahwa upaya warga dalam mengumpulkan bukti dan data untuk memperkuat gugatan tersebut telah berlangsung selama 1,9 tahun.
Yani juga menjelaskan mengapa warga tidak melakukan protes sejak awal pembangunan watertank.
“PDAM tidak pernah melakukan sosialisasi dan mendapat izin dari warga. Seharusnya PDAM melakukan sosialisasi terlebih dulu dengan mengajak dialog warga pada area terdampak dalam radius sekitar 200 meter dari watertank. Padahal, posisi watertank dengan area perumahan antara lain masjid dan SDIT hanya berjarak 6-7 meter saja,” katanya.
Terungkap juga dalam diskusi tersebut bahwa izin dari warga didapat oleh PDAM dengan cara merayu secara individual dan sembunyi-sembunyi kepada warga antara lain kepada seorang Ketua RW setempat.
“Hal itu jelas pembohongan publik karena mayoritas warga terdampak menolak pembangunan watertank tersebut. Tidak ada stakeholder analysis atau stakeholder indentification,” jelas Yani.
“Sosialisasi seharusnya dilakukan menurut standar Perda bahwa jika ingin melakukan sosialisasi bukan kepada ketua RT dan RW. RT-RW hanya diberitahu akan adanya penjelasan detail ihwal design engineering, bufferzone yang berarti proyek itu aman,” tambah Yani.
Ditambahkan, bahwa rencana pembangunan watertank 10 juta liter air tersebut dalam masterplan sebetulnya akan ditambah satu lagi menjadi 20 juta liter air ke arah Perumnas Depok.
Pembangunan tersebut akhirnya terjadi tanpa warga mengetahui bahwa yang akan dibangun adalah watertank untuk 20 juta liter air.
Yani juga menuturkan ketika proses pembangunan terjadi dua kali banjir lumpur dan sampah yang amat berbau dari jebolnya dinding perumahan.
Banjir tersebut diduga berasal dari lokasi tanah untuk pembuatan fase yang amat tidak layak untuk dibangun lokasi reservoir.
“Ketika banjir tersebut warga masih belum diinformasikan akan dibangun apa oleh PDAM.” Tutur Yani.
Banjir lumpur akhirnya terulang kembali pada 01 Agustus 2021. PDAM ketika mengunjungi lokasi banjir belum juga memberi informasi pembangunan itu untuk reservoir yang akan menampung 20 juta liter air. Banjir terjadi lagi ketika hujan tidak begitu besar pada 05 Agustus 2021 dan masuk ke kediaman Yani Suratman.
“Sampai banjir ketiga itu PDAM masih juga belum menginfokan akan dibangun watertank, hanya sekilas terdengar akan dibangun lokasi parkir,” tambahnya.
Akhirnya pada Februari 2022 warga sangat terkejut ketika mengetahui telah terbangun watertank secara cepat di lokasi tertutup dengan menggunakan knockdown system.
“Wargapun terkejut karena tiba-tiba ketika membuka pintu sudah ada bangunan tinggi besar watertank,” imbuhnya.
Prof Didik J Rachbini yang juga rektor Universitas Paramadina menyampaikan bahwa selama lebih dari setahun ini pembangunan watertank tersebut menimbulkan konflik dengan warga perumahan.
Tuntutan tersebut didasarkan pada kekhawatiran akan keselamatan warga sekitar di mana lokasi watertank tersebut hanya beberapa meter dari perumahan warga. Di lokasi sekitar watertank itu sendiri terdapat masjid, sekolah dan perumahan warga yang padat.
“Bayangkan 10 juta liter air ditampung bersebelahan dengan pemukiman penduduk jika bocor akan mencelakakan warga dan mempertaruhkan nyawa manusia di sekitarnya. Bukan tidak mungkin tragedi Situ Gintung terjadi di depok,” katanya.
Oleh karena itu warga Depok termasuk Didik J. Rachbini menolak pembangunan watertank tersebut.
“Jika kelak terjadi korban nyawa manusia, maka pejabat yang langsung membangun dan tidak langsung membangun proyek fatal ini bertanggung jawab,” ujarnya.
Saat ini kerugian sudah dialami warga seperti misalnya bank menilai daerah tersebut beresiko dan mempengatuhi nilai jual tanah.
Didik juga menyesalkan upaya penjelasan dengan memanggil media massa untuk menjustifikasi bahwa watertank tersebut tidak berbahaya.
PDAM menyatakan kepada media bahwa pengisian air ke dalam watertank belum dilakukan dan akan dilakukan studi kelayakan untuk itu.
“Sebuah keanehan di mana pembangunan watertank sudah dilaksanakan, studi kelayakan baru akan dilakukan. Watertank tersebut juga dibangun tanpa melalui Analsis AMDAL terlebih dulu,” tambahnya.
Kekhawatiran warga dinilai beralasan mengingat kejadian musibah bendungan di daerah Situgintung Tangerang yang jebol dan memakan 99 korban jiwa warga sekitar bendungan.
“Watertank tersebut didirikan tanpa membangun area bufferzone untuk keselamatan warga sekitar.” pungkasnya.**