EMSATUNES.CO.ID, BREBES – Cengkih atau yang lebih umum disebut cengkeh oleh sebagian masyarakat Brebes merupakan tanaman rempah asli dari Indonesia.
Di Kabupaten Brebes tanaman cengkeh bisa dijumpai di lereng-lereng pegunungan dengan ketinggian sekitar 400-800 mdpl. Di ketinggian tersebut cengkeh dapat tumbuh dengan baik dan subur.
Kuncup bunga cengkeh yang sudah kering diibaratkan emas alami yang bernilai ekonomi tinggi, merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat petani disaat musim panen.
Di wilayah Kecamatan Bantarkawung, Brebes sendiri ada beberapa desa penghasil cengkeh yang melimpah salah satunya yaitu Desa Terlaya.
Desa Terlaya terkhusus di Dukuh Secang merupakan penghasil cengkeh terbanyak, terbukti dengan lereng pegunungannya yang banyak ditumbuhi pohon cengkeh, serta hampir di setiap sore menjelang malam masyarakat Dukuh Secang ramai-ramai di teras rumah untuk memorotol cengkeh hasil panenan dari kebun.
Kata morotol cengkeh sendiri sudah lajim di kalangan masyarakat Secang, morotol yang berarti memisahkan antara bunga cengkeh dari tangkainya, lalu dijual dalam keadaan basah maupun kering.
Kebahagian tersirat dari mereka masyarakat yang memiliki kebun cengkeh, dengan menjual hasil panenan bisa menambah pendapatan ekonomi keluarga.
Pada umumnya cengkeh bisa dipanen dalam kurun waktu satu tahun sekali, namun karena cuaca dan curah hujan saat ini yang tidak menentu sehingga berpengaruh pada musim penen.
Tahun ini merupakan tahun panen dengan intensitas bunga yang melimpah, setelah kurang lebih dua taun sebelumnya cengkeh gagal berbunga diakibatkan curah hujan yang cukup tinggi.
Sudarno salah satu petani cengkeh yang memiliki perkebunan cengkeh pada awak media, Rabu (10/7) mengatakan, di tahun ini alhamdulillah semua pohon cengkeh hanpir rata-rata berbunga dan hampir setiap hari dirinya bisa memanen.
Namun, lanjut Sudarno, dirinya mengeluhkan karena harga jual cengkeh di pasaran atau tengkulak selalu turun.
“Awal panen di pertengahan bulan Juni harga mencapai kisaran Rp32.000 sampai dengan Rp34.000 perkilogram. Tapi sayang saat ini memasuki bulan Juni harga cengkeh anjlok di kisaran 24-26 ribu. Turun hampir 500 kadang 1000 rupiah tiap harinya tak menentu,” ungkap Darno, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut Darno berharap, ada setandarisasi harga yang jelas untuk diperhatkan oleh pemangku kebijakan atau dinas terkait.
“Harapan saya ada perhatian dari pemerintah atau dinas-dinas terkait, jangan sampai para petani cengkeh hanya jadi korban permainan para tengkulak yang hanya mencari keuntungan tersendiri,” tandasnya.
Menurut Darno, Para petani merupakan tulang punggung nengara yang semestinya diperhatikan. Saat ini para petani masih mengalami kesulitan, baik dari pupuk, maupun biaya oprasional yang semakin mahal.
“Miris… sekarang contoh, harga cengkeh 24 ribu perkilo, kemampuan tukang pemetik sehari 7 kg sedangkan ongkos tukang petik sehari bisa sampe 85 ribu, belum untuk keperluan yang lainya,” katanya.
Ia juga mengatakan, pengawasan dan perhatian pemerintah bagi para petani seharusnya tidak hanya pada petani padi saja. Akan terapi menyeluruh baik petani bawang (brambang), palawija, cenkeh, kopi dan lainya.
Tani itu kan bukan padi saja, ada pertanian yang lainya, tutur darno “kami juga petani cengkeh butuh pendampingan, bagaimana cara perawatan tanaman serta memilah bibit cengkeh yang bagus.”
“Selain itu dibutuhkan pengawasan pemerintah terhadap penyetandaran harga jual cengkeh yang bagus dipasaran umum. Jangan sampai petani ditindas oleh para pelaku tengkulak, sehingga masyarakat petani bisa berbahagia dan sejahtera,” pungkasnya.***