Emsatunews.co.id, Pemalang — Penundaan penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk proyek pembangunan tahap kedua Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Randudongkal, Kabupaten Pemalang, menimbulkan sorotan dari sisi hukum tata kelola pemerintahan. Proyek bernilai lebih dari Rp25 miliar ini telah menyelesaikan proses lelang dan menetapkan pemenang sejak tiga bulan lalu, dengan masa sanggah yang berakhir tanpa keberatan. Namun hingga kini, proyek tersebut masih belum berjalan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, melalui Kepala Bidang Pengadaan Sarana Kesehatan, menyatakan bahwa penundaan proyek dilakukan atas arahan Bupati Pemalang sehubungan dengan refocusing dan efisiensi anggaran. Meskipun demikian, hingga saat ini tidak ditemukan dasar hukum yang jelas, seperti revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), keputusan pembatalan, atau surat resmi yang menjelaskan legalitas penundaan tersebut.
Pakar hukum administrasi negara, Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., Cpm, menilai bahwa penundaan ini berpotensi melanggar prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
“Setelah lelang selesai, pemenang diumumkan, dan tidak ada keberatan dalam masa sanggah, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) secara hukum wajib menerbitkan SPK. Menunda tanpa dasar hukum tertulis merupakan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum dan transparansi,” ujar Imam.
Ia juga menegaskan bahwa penundaan yang hanya berdasarkan instruksi lisan dari kepala daerah tanpa dokumen pendukung dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. Kondisi ini berisiko membawa permasalahan ke ranah hukum, baik melalui gugatan perdata maupun gugatan administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Jika kontraktor telah melakukan persiapan, mengeluarkan biaya, tenaga, dan material, maka secara hukum mereka berhak menuntut ganti rugi atas kerugian akibat kelalaian pejabat pemerintahan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Imam mengingatkan bahwa tindakan seperti ini juga bisa diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh pejabat negara, sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dan bisa merembet pada perkara pidana bila terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Kabupaten Pemalang mengenai dasar hukum penundaan proyek yang dimenangkan oleh PT Reka Esti Utama, perusahaan asal Semarang. Ketidakjelasan ini bukan hanya memperlambat pembangunan fasilitas kesehatan yang mendesak, tetapi juga dapat memicu konflik hukum yang merugikan semua pihak, termasuk masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis memadai.
Imam menutup dengan peringatan tegas kepada pemerintah daerah, “Pemerintah wajib menjunjung tinggi prinsip legalitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran publik agar tidak menjadi sumber konflik administratif dan kerugian hukum.”( Joko Longkeyang ).