Emsatunews.co.id, Pemalang—Skandal kemanusiaan menyelimuti penanganan hasil razia penertiban di Kabupaten Pemalang. Seorang perempuan yang merupakan ibu menyusui dilaporkan dipisahkan secara paksa dari bayinya yang berusia di bawah dua tahun ketika dibawa ke fasilitas pembinaan oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P2KB-PPPA) Kabupaten Pemalang.
Bayi tersebut ditinggalkan di rumah bersama keluarga, tanpa adanya akses vital terhadap Air Susu Ibu (ASI), pendampingan medis, maupun jaminan nutrisi alami. Pemisahan ini telah menimbulkan keprihatinan serius, karena bayi tersebut kehilangan hak dasarnya untuk mendapatkan asupan gizi terbaik dan dilaporkan mengalami gangguan kondisi fisik.
Menanggapi tindakan Dinsos tersebut, Dr.(c). Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, seorang praktisi hukum dan Managing Partner Law Office Putra Pratama & Partners, menegaskan bahwa pemisahan ibu dan bayi tanpa alasan medis atau penetapan pengadilan adalah tindakan yang melanggar hukum dan prinsip kemanusiaan.”Memisahkan ibu menyusui dari bayinya adalah tindakan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan,” ujar Imam Subiyanto di Pemalang pada Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, pemisahan ini secara jelas mengangkangi beberapa landasan hukum fundamental, termasuk Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta Pasal 21 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Seluruh regulasi ini mengamanatkan kewajiban negara untuk melindungi hak anak, termasuk hak untuk mendapatkan ASI dari ibunya.
“Negara seharusnya menjamin bayi mendapatkan hak menyusu dari ibunya. Ketika aparat justru memisahkan keduanya, ini menunjukkan bahwa negara telah lalai menjalankan tanggung jawab perlindungan sosialnya,” tambah akademisi sekaligus mediator bersertifikat nasional tersebut.
Imam Subiyanto juga mengkritik keras implementasi Perda Nomor 12 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Pelacuran. Ia menilai pelaksanaannya cenderung represif dan jauh dari esensi rehabilitasi serta perlindungan sosial yang seharusnya diutamakan.
“Esensi Perda ini adalah pembinaan moral dan pemulihan sosial. Namun, praktiknya justru sering kali menimbulkan penderitaan baru bagi perempuan dan anak-anak, yang sejatinya adalah kelompok yang harusnya dilindungi,” jelasnya.
Ia juga mendesak Bupati Pemalang agar segera membentuk tim evaluasi independen dan memperkuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang lebih manusiawi untuk perlindungan kelompok rentan. SOP tersebut wajib mencakup penyediaan tenaga psikolog, pekerja sosial, dan tenaga medis dalam setiap kegiatan pembinaan.
Mengakhiri pernyataannya, Imam Subiyanto menekankan bahwa penegakan moral dan hukum sosial tidak boleh dicapai dengan mengorbankan hak asasi manusia.”Menegakkan hukum dan moralitas tidak boleh dilakukan dengan melanggar kemanusiaan. Ibu dan anak ini bukanlah pelaku kejahatan—mereka adalah korban dari situasi sosial yang seharusnya dilindungi, bukan malah dipisahkan,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam publik, memicu desakan dari berbagai elemen masyarakat sipil di Pemalang agar Pemerintah Kabupaten segera memberikan klarifikasi terbuka dan memperbaiki sistem pembinaan sosial agar menjadi lebih etis dan humanis.( Joko Longkeyang ).












