Scroll ke Atas
Berita UtamaNasional

10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045 ?

152
×

10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045 ?

Sebarkan artikel ini

EMSATUNEWS.CO.ID, JAKARTA – Fenomena berdasar data saat ini kebanjiran pengangguran sejumlah 9,9 juta yang berasal dari Generasi Z dan masuk ke dalam golongan “Not in Employment, Education, or Training” (NEET) dengan komposisi perempuan 26% dan pria 18% dengan total 7,2 juta warga menganggur.

Hal ini disampaikan Prof. Memed Sueb dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Guru Besar “Insan Cita” bersama INDEF (Institute For Development of Economics and Finance) bertajuk “10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045?”.

Diskusi yang dilaksanakan secara daring pada Minggu, (2/6/2024) ini menghadirkan Narasumber Prof. Memed Sueb, Dr. Tauhid Ahmad, Eisha M Rachbini, Ph.D., dan Ir. Arif Minardi dan dimoderatori oleh Dr. Nina Zulida Situmorang.

Menurut Memed perkembangan NEET berfluktuasi sejak 2018 dan terus menerus meningkat, mayoritas menganggur di usia 20-24 tahun. Tingkat pengangguran Gen Z terdapat 5,37 juta dan di pedesaan 4,17 juta. Berdasarkan yang paling tinggi tingkat menganggur adalah di lulusan S1, S2, S3, dan kebanyakan Gen Z bekerja di sektor formal.

Menyinggung biaya pendidikan yang tinggi ia menyatakan, hal ini dilematik, jika Perguruan Tinggi murah maka akan terjadi inflasi tenaga kerja. Sebenarnya bagaimana kebijakan pemerintah dalam menghadapi lonjakan tenaga kerja ini agar bertransformasi dengan teknologi. Maka sangat dibutuhkan peran pemerintah untuk mengatasi.

“Misalnya dengan pengurangan tenaga kerja asing dan memaksimalkan tenaga kerja lokal,” katanya.

Eisha M. Rachbini menyampaikan bahwa tantangan Visi Indonesia 2045 untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju dengan PDB terbesar kelima dengan status negara berpendapatan tinggi pada 2036, namun hanya tumbuh 5,1% pada Q1 2024 dari proyeksi 5,7%.

Baca Juga :  Sambut Natal 2023, Pelayanan Kas PDAM Tirta Mulia Kabupaten Pemalang Tutup

“Efek luka akibat pandemi, yaitu penurunan produktivitas, learning loss dan job loss serta pemulihan pada sektor riil yang lamban. Banyaknya masyarakat saat ini yang sudah nyaman melakukan pekerjaan remote atau part time yang dapat dilakukan dengan jarak jauh dan menyebabkan job loss. Sehingga tantangan terhadap produktivitas menjadi tantangan ke depan dalam bonus demografi yang berdampak pada ekonomi,” kelasnya.

Masa-masa emas bonus demografi pada 2020-2035, fase bonus demografi pertama, diharapkan angka ketergantungan rasio menurun. Namun data menunjukkan rasio ketergantungan akan mencapai di atas 50% pada tahun 2045.

“Tingkat angka partisipasi kerja sekitar 80% dan tidak meningkat lagi. Yang menjadi pokok inti adalah NEET, di mana 9 juta Gen Z yang tidak bekerja tidak mendapat edukasi. Mereka yang banyak adalah lulusan SMA dan SMK, maka ini tidak terserap oleh tenaga kerja.”

Investasi selama ini tidak berjalan beriringan dengan penyerapan tenaga kerja. Human capital adalah yang penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka Panjang. Namun Indonesia menduduki ranking 114 dari 189 negara.

“Sektor yang akan maju ke depan bagi gen z adalah sektor kreatif. Rekomendasi kebijakannya untuk percepatan penyelenggara Pendidikan dan pelatihan vokasi, penguatan pelatihan reskilling dan upskilling serta pembangunan padat karya dan hilirisasi,” ujarnya.

Baca Juga :  Puskesmas Paguyangan Dalam HUT Kemerdekaan RI Ke 77 Gelar Kegiatan Semarak Germas Tingkat Kecamatan

Tauhid Ahmad menyoroti proyeksi kemiskinan tidak semakin terlihat beratnya untuk mencapai visi Indonesia emas 2045, terjadi growth fluktuatif dan ada gap sangat besar.

“Misalnya pada tahun 2045 akan dihadapkan dengan dependensi rasio yang sangat tinggi, banyak penduduk usia tua,” katanya.

“Tantangan pengangguran khususnya Gen Z sendiri terdapat di kompetensi pencari kerja, pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih kecil daripada pertumbuhan angkatan kerja, terjadi pemutusan hubungan kerja, iklim investasi belum kondusif, serta kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja,” ungkapnya.

Tauhid juga menyarankan upaya yang harus dilakukan untuk menekan pengangguran. Upaya ke depan investasi ada di sektor pertanian dan industri berbasis tenaga kerja.

“Peningkatan kapasitas SDM melalui akses Pendidikan dan pelatihan, peningkatan UMKM dan digitalisasi, peningkatan kapasitas pada lembaga formal dan informal, serta informasi pasar kerja lebih,” imbuhnya.

Arief Minardi menyinggung pernyataan Presiden Jokowi yang menyampaikan pada 2019 bahwa Indonesia kemiskinannya 0%, tetapi pada saat tersebut Indonesia kemiskinannya di angka 9%.

“Maka ini tidak realistis jika ia berbicara seperti itu karena menggunakan data ekstrapolasi, ” katanya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, data kemiskinan yang dilihat dari RAPBN ada sampai tier 4 masih miskin, jadi ditandai dengan 98 juta orang Indonesia BPJS-nya ditanggung negara atau setara dengan 108 juta.

“Maka Gen Z ini kemungkinan dari keluarga miskinnya sekitar 40%. Tetapi harus diingat bahwa masyarakat menengah di kota memiliki anak 2/3, berbeda dengan di desa yang memiliki anak lebih dari 3,“ pungkasnya.*