Emsatunews.co.id, Semarang – Dalam konferensi pers bersama puluhan wartawan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Kota Tua Semarang, Bangkit Aditya Wiryawan, seorang peneliti dan pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip), mengungkapkan pandangannya terkait dampak kesehatan pemanis buatan serta rencana pemerintah menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada Juni 2025.(Rabu, 22 Januari 2025 ).
Belio menjelaskan berbagai risiko kesehatan akibat konsumsi pemanis buatan, seperti sindrom metabolik, diabetes, obesitas, hingga kanker. Ia juga menyinggung kebijakan cukai MBDK sebagai instrumen kesehatan yang dinilai memiliki tantangan besar dalam implementasinya.
Bangkit menyoroti dampak negatif pemanis buatan bagi kesehatan, termasuk risiko penyakit serius seperti kanker dan diabetes. Ia juga mempertanyakan efektivitas kebijakan cukai MBDK terhadap pendapatan negara dan dampaknya terhadap masyarakat.
“Pemanis buatan dapat menyebabkan sindrom metabolik, meningkatkan risiko diabetes, obesitas, bahkan kanker. Ini menjadi perhatian serius bagi kesehatan masyarakat,” ujar Bangkit. Ia juga menyoroti pentingnya regulasi cukai sebagai instrumen kesehatan, meski ia ragu kontribusinya terhadap pendapatan negara.
“Relatif tidak terlalu signifikan untuk pendapatan negara jika dibandingkan dengan cukai rokok,” tambahnya. Bangkit menekankan bahwa kebijakan ini harus dievaluasi dampaknya, terutama terkait risiko inflasi dan penurunan daya beli masyarakat.
Bangkit menyarankan penerapan kebijakan secara bertahap dan terbatas di beberapa kota tertentu sebelum diperluas ke wilayah lain. Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan ketat untuk memastikan kebijakan ini benar-benar berdampak positif.
“Kebijakan pemerintah harus berlaku umum dan transparan,” tegas Bangkit. Ia juga mendorong pemerintah untuk lebih memaksimalkan penerimaan cukai dari sektor lain, seperti cukai rokok, sebelum memberlakukan cukai MBDK.
Topik ini menjadi diskusi penting mengingat dampaknya tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada ekonomi nasional dan kesejahteraan petani gula lokal. Evaluasi dan pengawasan yang ketat menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.(Joko Longkeyang ).