Emsatunews.co.id, Pemalang – Ribuan tenaga honorer atau non-ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang kini berada dalam ketidakpastian. Kejelasan status hukum mereka yang tak kunjung datang, menuai perhatian serius dari kalangan praktisi hukum, menyusul pengakuan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemalang, Eko Adi Santoso, yang menyatakan bahwa data pasti tenaga non-ASN aktif belum tersedia. Padahal, rekrutmen baru yang berbasis kedekatan telah dilarang.
Eko Adi Santoso menjelaskan kepada media bahwa 1.441 pegawai kategori telah diangkat menjadi PPPK dan kini menunggu penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP). “Pegawai non-ASN silakan mendaftar pada formasi yang tersedia. Kami sudah menyarankan agar data diperbaiki,” ujarnya, sembari meminta waktu hingga tahun 2025 untuk menuntaskan evaluasi terhadap tenaga honorer.
Menanggapi situasi ini, praktisi hukum Dr. (c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, mengindikasikan adanya pelanggaran serius terhadap sistem kepegawaian nasional. Menurutnya, pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2018 tanpa melalui mekanisme resmi adalah tindakan ilegal.
“PP Nomor 49 Tahun 2018 secara tegas melarang pengangkatan honorer di luar mekanisme PPPK atau CPNS. Jika masih dilakukan, itu pelanggaran administrasi, bahkan bisa masuk ke ranah pidana bila disertai gratifikasi,” jelas Imam dalam wawancara pada Rabu (12/6). Ia menambahkan bahwa data kepegawaian yang lemah dan dugaan nepotisme dalam proses rekrutmen mengindikasikan bobroknya sistem meritokrasi ASN di Pemalang. “Kalau rekrutmen dilakukan karena hubungan keluarga, itu pelanggaran berat terhadap prinsip merit system. DPRD dan Ombudsman harus turun tangan,” tegasnya.
Imam juga menekankan urgensi pengusulan data pegawai non-ASN ke pemerintah pusat, sesuai amanat Surat Edaran MenPAN-RB Nomor B/1511/M.SM.01.00/2022. Ia menyayangkan sikap pasif BKD Pemalang yang terkesan hanya menunggu tanpa ada tindak lanjut nyata. “Ketiadaan regulasi bukan alasan untuk membiarkan ribuan tenaga non-ASN menggantung nasibnya. Ini soal hak atas pekerjaan, dan negara punya kewajiban melindunginya,” imbuh Imam, yang juga menjabat sebagai Konsultan Tata Kelola Pemerintahan.
Di sisi lain, sejumlah pegawai honorer di Pemalang menyuarakan harapan agar status mereka dapat segera ditingkatkan menjadi PPPK penuh atau paruh waktu. Harapan ini selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan Keputusan MenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang PPPK Paruh Waktu.
Situasi ini menjadi sorotan publik lebih lanjut mengingat batas waktu penyelesaian status non-ASN secara nasional ditetapkan paling lambat Desember 2024. Jika tidak diselesaikan, Pemerintah Daerah terancam melanggar konstitusi dan berpotensi menghadapi gugatan hukum. Akankah Pemerintah Kabupaten Pemalang mampu menyelesaikan permasalahan krusial ini sebelum batas waktu berakhir?**( Joko Longkeyang ).