Berita UtamaDaerahNasionalPendidikan

Ketika Ketegasan Guru Berujung Denda dan Intervensi, Wagub Jateng Turun Tangan

154
×

Ketika Ketegasan Guru Berujung Denda dan Intervensi, Wagub Jateng Turun Tangan

Sebarkan artikel ini

Emsatunews.co.id, Pemalang – Kisah Guru Madrasah di Demak, yang Mengguncang Publik Insiden yang menimpa seorang guru madrasah diniyyah (madin) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, telah menjadi sorotan publik dan memicu diskusi mendalam tentang batas-batas kewenangan pendidik serta perlindungan hukum bagi mereka. Zuhdi, seorang pengajar yang akrab disapa Mbah Zuhdi, harus menghadapi kenyataan pahit didenda puluhan juta rupiah oleh oknum yang mengatasnamakan orang tua siswa, pasca-insiden penamparan ringan terhadap seorang murid.

Advertisement

Peristiwa ini bermula pada April 2025. Saat Mbah Zuhdi tengah mengajar, sebuah insiden lemparan sandal dari kelas sebelah mengenai pecinya. Dalam respons emosional yang spontan, ia menampar murid yang diidentifikasi teman-temannya sebagai pelaku. Mbah Zuhdi mengakui tindakannya, namun menegaskan bahwa tamparan tersebut bukanlah untuk melukai, melainkan sebuah bentuk teguran mendidik.

 

Permohonan maaf pun telah disampaikan kepada keluarga murid yang bersangkutan, dan ia meyakini persoalan telah diselesaikan secara kekeluargaan.

Namun, tiga bulan berselang, ketenangan Mbah Zuhdi terusik. Lima orang pria yang mengaku dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), mengatasnamakan wali murid, mendatangi dan menuntut uang damai sebesar Rp 25 juta.

 

Mereka mengklaim telah ada laporan ke pihak kepolisian. Setelah negosiasi alot, jumlah denda disepakati menjadi Rp 12,5 juta. Meski dengan berat hati dan bantuan dari teman-temannya, Mbah Zuhdi terpaksa membayar denda tersebut, mengingat penghasilannya sebagai guru madrasah yang hanya Rp 450 ribu setiap empat bulan.

Kabar mengenai kasus yang menimpa Mbah Zuhdi ini sampai ke telinga Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, yang akrab disapa Gus Yasin. Ia segera menemui Mbah Zuhdi dalam suasana hangat dan dialogis, menunjukkan keprihatinannya yang mendalam. Gus Yasin menegaskan bahwa kasus semacam ini bukan sekadar permasalahan individual antara guru dan murid, melainkan cerminan arah pendidikan nasional secara keseluruhan.

Dalam pandangan Gus Yasin, guru memang bukan sosok tanpa cela, namun tugas mereka untuk menegur dan membimbing adalah bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab mendidik. Ia khawatir jika persoalan kecil dibesar-besarkan, anak didik justru akan menjadi korban, ketakutan untuk bersekolah, guru merasa tertekan, dan citra lembaga pendidikan ikut tercoreng. Gus Yasin secara khusus menyoroti dampak viralnya kasus serupa, yang kerap menimbulkan efek negatif berantai.

Lebih jauh, Wakil Gubernur juga menyoroti peran sentral orang tua dalam pembentukan karakter anak. Ia menekankan bahwa pola asuh yang efektif adalah hasil kolaborasi antara rumah dan sekolah, bukan arena saling menyalahkan. Untuk mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berencana memperkuat program “Kecamatan Berdaya” dan menggalakkan edukasi hukum hingga tingkat lokal. Kolaborasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan paralegal juga akan ditingkatkan, agar masyarakat tidak mudah tertekan atau menjadi korban dalam kasus hukum yang tidak proporsional.

“Kedatangan kami bukan sekadar membawa materi, tetapi semangat perlindungan dan edukasi. Agar masyarakat memahami hak-hak mereka dan jalur yang tepat untuk menyelesaikan masalah, bukan malah menjadi korban tekanan,” tegas Gus Yasin, mengajak semua pihak untuk menurunkan ego, saling memaafkan, dan kembali fokus pada esensi pendidikan: membentuk generasi yang beradab dan bermanfaat.

Pertemuan dengan Wakil Gubernur membawa angin segar bagi Mbah Zuhdi. Ia mengungkapkan rasa syukurnya, “Alhamdulillah bertemu Gus Yasin. Beliau menyampaikan akan mendampingi dan memberi perlindungan. Selain itu akan berkoordinasi agar hukumnya bisa berjalan, supaya guru seperti kami tidak takut ketika mengajar.”

Kasus Mbah Zuhdi menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen masyarakat: bahwa pendidikan adalah sebuah ekosistem yang membutuhkan harmoni dan pengertian. Guru perlu merasa aman dalam menjalankan tugas mulia mereka, orang tua perlu terlibat aktif dan konstruktif, serta sistem hukum perlu memberikan keadilan dan perlindungan yang seimbang. Dengan semangat kolaborasi dan fokus pada adab serta tujuan luhur pendidikan, diharapkan tidak ada lagi guru yang harus menanggung beban berat sendirian dalam menjalankan amanah mencerdaskan bangsa. Ini adalah panggilan untuk memperkuat sistem karakter, baik bagi murid, guru, maupun seluruh pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan.**( Joko Longkeyang ).

Konten Promosi
Iklan Banner