Emsatunews.co.id, Pemalang – Klarifikasi yang disampaikan Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Anom Widiyantoro, mengenai polemik usulan mutasi 46 pejabat Pemkab Pemalang yang belum disetujui BKN, kini menuai kritik tajam dari kalangan praktisi hukum. Bupati Anom sebelumnya menegaskan bahwa tidak ada penolakan, melainkan “evaluasi” dari Kemendagri, KemenPAN-RB, dan BKN. Pernyataan tersebut dinilai berpotensi menyesatkan publik.
Praktisi Hukum, Dr. (c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, menilai bahwa penggunaan istilah “evaluasi” dalam konteks ini adalah cara halus untuk menutupi fakta penolakan. “Evaluasi adalah bahasa halus dari penolakan. Dalam hukum administrasi, persetujuan instansi pusat adalah syarat mutlak. Tanpa persetujuan, mutasi tidak sah dan tidak bisa dilaksanakan,” tegas Imam Subiyanto, yang juga menjabat sebagai Advokat dan Konsultan Hukum di Law Office Putra Pratama & Partners.
Menurut Imam SBY, publik perlu memahami bahwa tidak ada ruang untuk penafsiran ganda dalam urusan hukum administrasi pemerintahan. Ia merujuk pada Pasal 73 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang secara gamblang menyatakan bahwa setiap mutasi pejabat struktural harus mendapat persetujuan instansi pembina kepegawaian pusat. “Jika persetujuan belum keluar, maka mutasi itu belum sah. Kata ‘evaluasi’ seringkali muncul karena adanya ketidaksesuaian dokumen atau indikasi pelanggaran administratif,” jelasnya lebih lanjut.
Kritik dari praktisi hukum ini selaras dengan pernyataan yang disampaikan sehari sebelumnya oleh Anggota Komisi A DPRD Pemalang, Heru Kundhimiarso. Heru juga menyoroti pentingnya ketelitian administratif dalam menyusun usulan mutasi dan menegaskan bahwa belum adanya persetujuan dari pusat mengindikasikan adanya perbaikan yang harus dilakukan.
Lebih jauh, Imam Subiyanto memberikan catatan serius terkait kabar yang beredar bahwa beberapa nama yang diusulkan adalah pejabat yang pernah mendapat sanksi demosi. Menurutnya, hal ini melanggar prinsip meritokrasi dan berpotensi maladministrasi. “Mengusulkan kembali pejabat yang pernah didemosi tanpa adanya rehabilitasi administratif jelas bertentangan dengan Pasal 117 ayat (1) PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Hal ini dapat dikategorikan sebagai abuse of power,” tegas Imam, mengutip Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurut Imam, mutasi jabatan tidak hanya sekadar rotasi, tetapi menyangkut martabat ASN dan integritas sistem pemerintahan secara keseluruhan. Ia menekankan perlunya transparansi dari Pemkab Pemalang. “Publik berhak tahu secara transparan siapa saja yang diusulkan dan apa dasar hukumnya,” pungkasnya.
Hingga saat ini, polemik terkait mutasi pejabat di Pemkab Pemalang masih terus bergulir. Publik dan sejumlah pihak terkait kini menanti kejelasan resmi dari hasil evaluasi instansi pusat serta langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten Pemalang untuk memastikan bahwa setiap kebijakan mutasi dilakukan berdasarkan asas legalitas, akuntabilitas, dan profesionalisme.( Joko Longkeyang).