Menurut Amir, penghayatan etika jurnalistik masih menjadi tantangan pengawasan yang tidak boleh berhenti. Pelanggaran etika jurnalistik dengan berbagai bentuk dan modifikasinya akan terus muncul seiring dengan pergerakan pekerjaan jurnalistik.
Perkembangan teknologi informasi, kata dia, sampai ke tahap AI, menuntut pekerja pers untuk semakin bijak dalam memprodukasi informasi. AI tetap diperlakukan hanya sebagai peranti, sedangkan seni jurnalistik menjadi konsekuensi dari perwujudan kompetensi.
Dia juga menjelaskan, kompetensi jurnalistik dan kompetensi bermedia, termasuk adaptasi terhadap perkembangan TI, merupakan syarat profesionalitas yang tidak bisa meninggalkan penghayatan etika.
Amir tak menampik, banyak praktik jurnalistik yang cenderung masih menunjukkan iktikad-iktikad buruk yang bertujuan untuk kepentingan memperoleh konsesi tertentu dan pada akhirnya menciptakan komplikasi sosial dari hukum. Ditengarai, iktikad buruk itu dilatari oleh tujuan kepentingan ekonomi, politik, dan realitas inkompeten.
”Maka dari itu, sosialisasi dan pendidikan etika jurnalistik harus menjadi dasar pembentukan watak profesional yang berbasis etika. Organisasi-organisasi profesi kewartawanan dan media harus proaktif berperan mengatasi hal ini,” tandasnya. *















