Emsatunews.co.id, Pemalang – Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, disomasi seorang akademisi dan praktisi hukum, Dr.(C) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM. Somasi tersebut dilayangkan terkait polemik dua surat resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang yang dinilai saling bertentangan dan berpotensi merugikan pelaku usaha lokal serta mencederai prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Surat somasi tersebut diserahkan langsung ke Kantor Bupati Pemalang pada Senin, 19 Mei 2025. Dalam keterangannya kepada awak media usai menyerahkan surat somasi, Imam Subiyanto menyatakan bahwa dalam kapasitasnya sebagai praktisi dan akademisi hukum, ia menyampaikan somasi akademik dan peringatan hukum secara terbuka atas terbitnya dua surat resmi Pemkab Pemalang yang menimbulkan kebingungan di ruang publik.
Lebih lanjut Imam SBY mengatakan, Pokok Permasalahannya adalah Dua Surat yang Saling Bertentangan. Imam Subiyanto menjelaskan pokok permasalahan yang menjadi dasar somasinya.
Menurutnya, telah beredar luas di masyarakat, termasuk melalui media sosial dan pesan berantai, dua surat resmi Pemkab Pemalang yang isinya saling bertolak belakang. Surat pertama adalah Surat Permohonan Dukungan Dana tertanggal 9 Mei 2025, dengan Nomor: B/000.8.3.4/…/2025. Surat yang ditandatangani oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan atas nama Sekretaris Daerah tersebut berisi permintaan dana kepada para pelaku usaha lokal untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Karnaval SCTV. Dalam surat itu disebutkan bahwa kegiatan tersebut merupakan bentuk kerja sama antara Pemkab Pemalang dengan pihak SCTV.
Namun, berselang tujuh hari kemudian, terbit surat kedua, yaitu Surat Pencabutan tertanggal 16 Mei 2025, dengan Nomor: B/000.8.3.4/0057/2025. Surat ini menyatakan bahwa kegiatan Karnaval SCTV sepenuhnya menjadi tanggung jawab GATTRA Pemalang dan mencabut surat permohonan dukungan dana sebelumnya. Anehnya, surat pencabutan ini tidak menjelaskan mekanisme pemulihan atas potensi akibat hukum dan sosial yang mungkin timbul selama tujuh hari sejak surat pertama beredar.
Imam Subiyanto juga mengatakan Dasar Hukum Somasi adalah dugaan maladministrasi dan potensi pungli. Iamenegaskan bahwa tindakan Pemkab Pemalang dalam kasus ini patut diduga sebagai maladministrasi dan kelalaian administratif. Ia mendasarkan dugaannya pada beberapa poin pelanggaran hukum, di antaranya: Bertentangan dengan UU Administrasi Pemerintahan: Diduga melanggar Pasal 10 ayat (1) huruf a dan d UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengedepankan asas kepastian hukum dan profesionalitas dalam setiap keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat pemerintahan. Mengabaikan Akibat Hukum Pencabutan: Diduga melanggar Pasal 18 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014, yang mewajibkan adanya pertimbangan mengenai akibat hukum atas pencabutan keputusan yang telah menimbulkan ekspektasi atau tindakan hukum dari pihak ketiga, dalam hal ini para pelaku usaha yang mungkin telah memberikan atau menjanjikan dana.
Imam Subiyanto juga menyoroti potensi pelanggaran hukum pidana apabila surat pertama telah digunakan untuk meminta dukungan dana atau sponsor tanpa adanya transparansi yang jelas mengenai penggunaan anggaran tersebut, yang dapat mengarah pada indikasi praktik pungutan liar sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Menyikapi polemik ini, Dr.(C) Imam Subiyanto menyampaikan beberapa permintaan dan peringatan akademik kepada Pemkab Pemalang yaitu: Klarifikasi Resmi: Pemerintah Kabupaten Pemalang diminta untuk segera memberikan klarifikasi resmi secara tertulis kepada masyarakat dan para pelaku usaha mengenai status hukum yang sebenarnya dari kedua surat kontroversial tersebut. Pemerintah Kabupaten Pemalang juga harus menjelaskan kepada publik mekanisme pertanggungjawaban apabila telah ada dana yang terkumpul berdasarkan surat permohonan dukungan dana tertanggal 9 Mei 2025.
Imam Subiyanto mendesak agar Pemkab Pemalang segera melakukan evaluasi internal dan audit investigatif terhadap proses administrasi yang terjadi, guna mencegah terulangnya kejadian serupa, menjaga reputasi pemerintah daerah, serta memulihkan kepercayaan publik yang mungkin telah terkikis.
Imam Subiyanto juga menekankan bahwa beredarnya surat-surat yang saling bertentangan ini telah menimbulkan kekacauan persepsi hukum dan kebingungan di tengah masyarakat. Selain itu, hal ini juga memunculkan dugaan adanya praktik birokrasi yang tidak sinkron, tidak akuntabel, dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Lebih lanjut, ia memberikan ultimatum kepada Pemkab Pemalang,” Apabila dalam waktu tujuh hari sejak diterimanya surat somasi ini tidak ada respons dan tindakan korektif yang signifikan, Imam Subiyanto menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengajukan laporan resmi kepada Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pemalang,” pungkasnya. ( Joko Longkeyang ).










