Emsatunews.co.id, Semarang – Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengambil langkah proaktif dengan mengumpulkan pemangku kepentingan utama di kantornya, Selasa, 28 Oktober 2025. Pertemuan ini melibatkan Dewan Pengupahan, Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, dan Satuan Tugas (Satgas) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Provinsi Jawa Tengah.
Dialog dan konsolidasi ini diselenggarakan untuk menyerap aspirasi dari buruh dan pengusaha, yang akan menjadi bahan pertimbangan penting sebelum pembahasan detail dan penetapan UMP. Gubernur Luthfi menyatakan bahwa pihaknya masih membangun kekompakan di antara unsur-unsur tersebut, sembari menunggu regulasi resmi mengenai upah minimum terbit dari pemerintah pusat.“Nanti saat regulasi dari pemerintah turun, baru kita bahas secara detail,” kata Luthfi.
Luthfi menjelaskan bahwa dialog ini merupakan komunikasi dari berbagai arah—mulai dari buruh, pengusaha, akademisi, hingga pemerintah—agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama dan tidak terjadi sumbatan informasi. Setelah pertemuan konsolidasi ini, ia berencana melanjutkan dialog secara parsial dengan perwakilan buruh/pekerja, pengusaha, dan akademisi guna menjaring aspirasi spesifik terkait formula penetapan upah minimum.“Jadi perlu menyamakan persepsi. Jangan sampai buruh, pengusaha, dan pemerintah ada dikotomi yang merugikan kedua belah pihak (buruh dan pengusaha),” jelasnya saat memberikan arahan.
Gubernur juga menyoroti iklim investasi di Jawa Tengah yang terus menggeliat. Realisasi investasi di Jateng hingga triwulan III 2025 tercatat sudah menyentuh Rp66 triliun, di mana 65 persen didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA). “Iklim investasi di Jateng ini gol-nya adalah kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Di sisi pengusaha, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Frans Kongi, mengakui bahwa Jawa Tengah merupakan wilayah yang sangat strategis untuk investasi. Menurutnya, daya tarik investasi didukung oleh dukungan pemerintah terhadap kawasan industri, dan juga karena upah minimum yang kompetitif.”Saya setuju dengan Gubernur bahwa upah kita itu kompetitif,” kata Frans Kongi, menegaskan pandangan pihak pengusaha.
Sementara itu, perwakilan buruh, Nanang Setyono, menyampaikan harapan agar formula penetapan upah mendatang benar-benar didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berdasarkan survei buruh, terdapat sekitar 69 item yang menjadi komponen KHL. Oleh karena itu, ia berharap data mengenai KHL ini harus akurat dan mencerminkan apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh atau pekerja.
Dialog ini menjadi langkah awal Pemprov Jateng untuk menciptakan keputusan UMP yang adil, seimbang, dan mengedepankan kesejahteraan pekerja tanpa mengorbankan iklim investasi daerah.**( Joko Longkeyang ).












