Emsatunews.co.id, Pemalang – Beredar sebuah surat pernyataan yang mewajibkan peserta proses penjaringan menandatangani komitmen bahwa mereka tidak akan menggugat hasil seleksi apa pun yang ditetapkan panitia. Dokumen bermaterai tersebut kini menuai sorotan publik karena diduga melanggar hak hukum peserta.

Pakar Hukum Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM.
Surat itu berisi pernyataan bahwa peserta bersedia menerima seluruh keputusan panitia dan tidak akan menggugat hasil penjaringan “dengan alasan apa pun”. Para pengamat menilai klausul tersebut berpotensi membungkam hak peserta untuk mencari keadilan apabila terdapat kejanggalan dalam proses seleksi.
Pakar Hukum Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM menegaskan bahwa surat tersebut cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Ia menjelaskan bahwa hak menggugat merupakan hak konstitusional setiap warga negara.“Tidak ada satu pun panitia atau aturan lokal yang dapat mencabut hak itu melalui surat pernyataan. Klausul seperti ini jelas cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat,” tegasnya.
Imam menilai kewajiban menandatangani surat tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk paksaan administratif karena peserta berada dalam posisi yang tidak seimbang dibandingkan panitia penyelenggara.
Lebih jauh, Imam Subiyanto menilai kemunculan surat semacam itu dapat menjadi indikator adanya proses penjaringan yang tidak transparan atau berpotensi disalahgunakan.“Biasanya panitia membuat surat seperti ini untuk melindungi diri dari gugatan apabila ada prosedur yang tidak benar. Ini alarm merah,” ujarnya.
Ia menyebut beberapa potensi pelanggaran yang mungkin terjadi, seperti penyalahgunaan wewenang, manipulasi data, pengaturan nilai seleksi, ketidakjelasan kriteria penilaian, hingga diskriminasi terhadap peserta tertentu.
Menurut Imam, sekalipun peserta telah menandatangani dokumen tersebut, pengadilan tetap memiliki kewenangan untuk menguji tindakan panitia apabila terdapat unsur pelanggaran hukum.“Surat itu tidak bisa mengikat pengadilan. Jika ada tindakan sewenang-wenang, peserta tetap dapat menggugat ke Pengadilan Negeri maupun PTUN,” jelasnya.
Ia juga menilai bahwa pemaksaan penandatanganan surat sebagai syarat mengikuti penjaringan berpotensi termasuk maladministrasi. Peserta yang dirugikan, menurutnya, dapat melapor ke Ombudsman RI.“Ini bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang. Jika ada peserta yang merasa dirugikan, mereka berhak melapor,” tambahnya.
Menutup keterangannya, Imam meminta panitia seleksi agar melakukan pembenahan sistem agar lebih transparan, akuntabel, dan tidak membuat aturan yang bertentangan dengan prinsip hukum.“Panitia harus profesional. Prinsip hukum itu sederhana: sekali prosedur salah, semua keputusan bisa dibatalkan,” pungkasnya.( Joko Longkeyang)












