Sukidi mengkritisi fenomena intervensi konstitusional yang berpotensi merusak tatanan demokrasi yakni kasus nepotisme yang dilegitimasi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai contoh nyata dari krisis etika dalam tata kelola negara.
“Kita membutuhkan pemimpin yang mampu menahan diri untuk tidak mencampuri urusan institusi lain, demi menjaga integritas demokrasi kita, ” tegasnya.
Sudirman Said, Ketua Institut Harkat Negeri, mengaitkan berbagai permasalahan sosial dengan korupsi.
“Bahasa kejujuran kini telah menjadi tabu, sementara para penipu malah dielu-elukan. Ini tanda bahaya bagi bangsa,” ujarnya.
Sudirman Said menambahkan bahwa berbagai persoalan bangsa, seperti kecelakaan infrastruktur, judi online, pinjaman online ilegal, hingga rendahnya kesejahteraan guru, sering kali berakar pada korupsi yang merusak sistem.
“Korupsi telah menembus ke seluruh sendi kehidupan, bahkan hingga kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, ” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menggali kearifan lokal Nusantara untuk membangun kembali moralitas bangsa.
“Warisan seperti Setyo Budyo dari Serat Wedhatama mengajarkan kesadaran akan kualitas ketuhanan, seperti welas asih, integritas, tanggung jawab, dan rasa malu. Nilai-nilai ini adalah antidote terhadap korupsi,” katanya.
Acara ini diakhiri dengan refleksi penting bahwa pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama.