Emsatunews.co.id, Pemalang – “Pernyataan Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, yang meminta warga untuk ‘tidak mementingkan ego kelompok dan tidak berisik’ telah memicu berbagai tanggapan dari masyarakat. Menanggapi hal ini, Kelompok Pelayan Sosial (KPS) Sedulur Ratan, melalui ketuanya, Bambang Sutanto, memberikan pandangan mereka.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Rabu, 2 April 2025, melalui aplikasi WhatsApp, Bambang Sutanto menjelaskan bahwa pernyataan bupati tersebut seharusnya dipahami dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai ajakan untuk mengedepankan kritik yang konstruktif demi pembangunan daerah. Menurutnya, kebebasan berkumpul dan berpendapat adalah hak konstitusional warga negara yang diatur dalam Pasal 28 ayat (3) huruf e, dan hak ini harus dilindungi. Namun, hak tersebut juga membawa tanggung jawab, yaitu menyampaikan pendapat dengan kerangka yang membela kepentingan rakyat secara keseluruhan, bukan kepentingan kelompok atau individu tertentu.
Bambang Sutanto menekankan bahwa kritik yang disampaikan haruslah bersifat membangun, memberikan masukan yang berharga, dan bukan sekadar ‘gangguan’ yang memicu perpecahan atau mengganggu kebijakan pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah telah membuka jalur-jalur komunikasi publik untuk menampung aspirasi masyarakat, baik melalui kelompok-kelompok perwakilan maupun secara individu, sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pernyataan bupati, menurutnya, bukanlah upaya untuk membatasi atau mendiskreditkan suara kelompok tertentu, melainkan mengingatkan agar kritik disampaikan dalam forum yang tepat dan dengan cara yang tidak menimbulkan prasangka, fitnah, atau ujaran kebencian.
Lebih lanjut, Bambang Sutanto menjelaskan bahwa kekhawatiran akan semakin sempitnya ruang demokrasi dan partisipasi masyarakat adalah kekhawatiran yang berlebihan. Ia menegaskan bahwa Bupati Anom Widiyantoro sendiri telah menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga kerukunan dan gotong royong untuk membangun Kabupaten Pemalang. Tantangan terberat yang dihadapi adalah persoalan kerukunan, persatuan, dan gotong royong, di mana ego kelompok dan kepentingan golongan tertentu menjadi penghambat. Oleh karena itu, pernyataan ‘jangan berisik’ seharusnya dipahami sebagai ajakan untuk evaluasi bersama antara pemerintah dan rakyat, agar pembangunan daerah dapat berjalan lancar sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan.
Dalam konteks kebebasan berkumpul dan berpendapat, Bambang Sutanto mengingatkan bahwa hak berorganisasi dan menyampaikan pendapat dalam bentuk pidato politik adalah bagian dari kemerdekaan berbicara yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, kebebasan ini juga memiliki batasan, terutama dalam penggunaan media sosial. Pendapat yang disampaikan di media sosial yang dapat dibaca oleh khalayak umum dan memicu ujaran kebencian, berita bohong, atau fitnah dapat berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk menggunakan hak berbicara dengan bijak dan bertanggung jawab, demi menjaga kerukunan dan persatuan dalam mendukung pembangunan daerah.”( Joko Longkeyang ).