Berita UtamaDaerahPemalang

Tragedi Beringin Rungkad, Kelalaian Pengelolaan Ruang Publik, Pemkab. Pemalang Terancam Gugatan Hukum

762
×

Tragedi Beringin Rungkad, Kelalaian Pengelolaan Ruang Publik, Pemkab. Pemalang Terancam Gugatan Hukum

Sebarkan artikel ini

Emsatunews.co.id, Pemalang – Tragedi memilukan yang terjadi di Alun-Alun Pemalang pada 31 Maret 2025, saat perayaan Idulfitri berubah menjadi duka, menyisakan luka mendalam bagi masyarakat. Tumbangnya pohon beringin raksasa yang menewaskan dua jemaah dan melukai belasan lainnya, bukan sekadar musibah alam biasa. Insiden ini memicu pertanyaan krusial tentang kelalaian Pemerintah Daerah dalam pengelolaan ruang publik, yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi warganya.

Kawasan alun-alun, sebagai jantung kota dan ruang interaksi sosial, semestinya dikelola dengan standar keamanan tertinggi. Namun, tragedi ini mengungkap potensi kelalaian yang tak termaafkan. Dari sudut pandang hukum, Pemerintah Daerah Pemalang memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keamanan fasilitas umum, termasuk pemeliharaan dan pengawasan rutin terhadap vegetasi seperti pohon besar.

Advertisement

Kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH), sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Jika terbukti pohon yang tumbang tidak pernah dirawat, dievaluasi, atau diwaspadai secara berkala, maka unsur kesalahan dan hubungan kausalitas atas kerugian yang terjadi dapat terpenuhi.

“Sebagai pengelola fasilitas umum, Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan dan pengawasan rutin terhadap elemen-elemen yang dapat menimbulkan risiko keselamatan, termasuk vegetasi seperti pohon besar,” ujar DR. (C) Imam Subiyanto, S.H., M.H., seorang praktisi hukum dan dosen, dalam wawancara via WhatsApp pada Senin, 31 Maret 2025.

Masyarakat memiliki hak yang dilindungi undang-undang untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menjamin hak ini tanpa rasa takut terhadap tuntutan hukum. Selain itu, Pasal 71 ayat (1) UU PPLH dan Pasal 71 ayat (1) UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 memberikan hak kepada masyarakat untuk mengajukan gugatan atas kerusakan lingkungan atau hutan yang merugikan kehidupannya.

Dalam konteks tragedi Pemalang, masyarakat terdampak memiliki legal standing untuk menuntut keadilan. Mereka dapat menempuh berbagai jalur hukum, antara lain:

* Gugatan Perdata atas Dasar PMH: Menuntut ganti rugi materiel dan immateriel di Pengadilan Negeri setempat.

* Class Action: Menggugat secara kolektif jika terdapat banyak korban dengan kerugian serupa.

* Laporan ke Ombudsman RI: Melaporkan dugaan maladministrasi berupa kelalaian dalam pelayanan publik.

* Laporan Pidana ke Aparat Penegak Hukum: Melaporkan kelalaian serius berdasarkan Pasal 359 KUHP.

“Masyarakat, baik secara individu maupun kelompok (class action), dapat mengajukan gugatan terhadap Pemda Pemalang di Pengadilan Negeri setempat untuk menuntut ganti rugi materiel dan immateriel,” jelas DR. Imam Subiyanto.

Tragedi ini harus menjadi titik balik bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk mengevaluasi secara menyeluruh sistem pengelolaan ruang publik. Pemeliharaan vegetasi, evaluasi kondisi fisik sarana prasarana, dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan lingkungan hidup harus menjadi prioritas utama.

Tanggung jawab pemerintah tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga moral dan sosial. Keselamatan warga harus diutamakan di atas segalanya. Kelalaian tidak boleh dibiarkan menjadi pembenaran atas tragedi yang dapat dicegah.

Kantor Hukum Putra Pratama menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan atau konsultasi hukum terkait kejadian ini. “Negara hukum menuntut akuntabilitas setiap tindakan yang menimbulkan kerugian bagi warganya. Kelalaian tidak boleh dibiarkan menjadi pembenaran,” tegas perwakilan kantor hukum tersebut.( Joko Longkeyang ).

Konten Promosi
Iklan Banner