Berita UtamaDaerahHukumNasional

Rencana Pemkab  Halal Bihalal di Jakarta Tuai Sorotan, Diduga Pemborosan dan Rawan Pelanggaran Etika

641
×

Rencana Pemkab  Halal Bihalal di Jakarta Tuai Sorotan, Diduga Pemborosan dan Rawan Pelanggaran Etika

Sebarkan artikel ini

Emsatunews.co.id, Pemalang – Rencana Pemerintah Daerah (Pemda) Pemalang untuk menggelar acara halal bihalal di Jakarta menuai gelombang kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk praktisi hukum. Kendati sumber pendanaan diklaim berasal dari pihak ketiga, esensi kegiatan tersebut dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip efisiensi, kepatutan, dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi landasan tata kelola pemerintahan yang baik.

Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung di ibu kota negara ini dianggap jauh dari konteks pelayanan publik daerah. Lokasi pelaksanaan di luar wilayah administratif Pemalang dan ketidakjelasan sasarannya terhadap kepentingan langsung masyarakat setempat menjadi sorotan utama. Penggunaan atribut jabatan kepala daerah dan pejabat publik dalam acara yang berpotensi seremonial dan eksklusif ini juga tak luput dari kritikan.

Advertisement
Baca Juga :  Panglima TNI Hadiri Bhakti Kesehatan dan Bhakti Sosial 32 Tahun Akabri 91 di Malang

 

Akademisi sekaligus Pakar Hukum, Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, menyatakan bahwa rencana kegiatan ini perlu diuji secara mendalam dari sudut pandang kepatutan administratif dan potensi implikasi hukumnya.

“Meskipun dananya dari pihak ketiga, kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa kegiatan tersebut melibatkan pejabat publik dalam kapasitas formal mereka. Ketika sumber dana berasal dari pihak yang memiliki kepentingan terhadap kebijakan daerah, maka potensi konflik kepentingan dan gratifikasi menjadi isu yang sangat serius,” ujar Imam SBY pada Selasa (24/04/2025).

Beliau mengacu pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dengan jelas menyebutkan bahwa penerimaan hadiah atau janji oleh pejabat negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi apabila berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.

Baca Juga :  Dekat Dengan Warga, Babinsa Laksanakan Komsos

“Di sinilah titik temu antara persoalan etika dan hukum. Kegiatan yang tampak sebagai acara sosial semata dapat bertransformasi menjadi arena pertukaran pengaruh atau bahkan balas budi politik,” imbuhnya.

Senada dengan itu, seorang pengamat kebijakan publik juga menyampaikan pandangannya bahwa langkah Pemda Pemalang ini tidak mencerminkan prioritas pembangunan daerah. Terlebih lagi jika kegiatan tersebut tidak memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan dasar, penguatan ekonomi lokal, maupun pemberdayaan masyarakat Pemalang.

“Di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan kondisi pelayanan publik yang masih jauh dari optimal, menggelar acara yang jelas-jelas bukan prioritas di luar daerah adalah sebuah bentuk disorientasi birokrasi,” tegasnya.

Baca Juga :  MAN 2 Brebes Sampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H

Rencana halal bihalal di Jakarta ini menjadi ujian nyata bagi komitmen reformasi birokrasi di tingkat daerah. Penilaian terhadap kegiatan pemerintahan tidak hanya terbatas pada aspek legalitas administratif, tetapi juga mencakup perspektif etika dan akuntabilitas publik yang lebih luas.

Masyarakat dan berbagai lembaga pengawas, termasuk Inspektorat Daerah dan Ombudsman Republik Indonesia (RI), diharapkan untuk memberikan perhatian seksama terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Apabila ditemukan indikasi pelanggaran etika maupun hukum, maka penegakan aturan yang berlaku menjadi sebuah keniscayaan demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan.( Joko Longkeyang ).